Tanggamus - saat kebanyakan orang beristirahat bersama keluarga, Suhadi — driver ambulans dari Pekon Penantian sekaligus anggota aktif PPAI Tanggamus — menjalani hari berat yang tak biasa. Hari itu ia menjadi saksi bisu dari dua momen kehidupan: perjuangan antara hidup dan mati, serta perpisahan selamanya antara orang tua dan bayinya yang telah tiada. Sabtu (05 April 2025).
Pagi itu, Suhadi bertugas mengantar seorang warga Pekon Penantian dalam kondisi kritis ke Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu. Sesampainya di rumah sakit, pasien langsung ditangani dengan serius. Namun hingga kini, kondisi pasien masih sangat mengkhawatirkan dan belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Dalam kondisi fisik yang belum pulih dari kelelahan, Suhadi kembali diminta untuk membantu misi kemanusiaan lainnya. Sebuah kabar duka datang dari Kecamatan Wonosobo: seorang bayi telah meninggal dunia, dan mobil jenazah yang hendak menjemputnya terjebak macet. Tanpa ragu, Suhadi pun turun tangan.
Ia menjemput jenazah bayi bersama kedua orang tuanya dari RS Mitra Husada Pringsewu, lalu mengantarkannya hingga ke depan RS Panti Secanti Gisting, tempat ambulans Pekon Bandar Kejadian telah menunggu untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Wonosobo.
Tangis sang ibu pecah saat memeluk jenazah bayinya. Dengan suara terbata, ia mengucapkan:
"Terima kasih Pak Suhadi... Terima kasih sudah bantu kami... Kami hanya bisa mendoakan agar Allah membalas semua kebaikan Bapak. Kami takkan lupa jasa ini."
Kepala Pekon Bandar Kejadian, Junaidi, juga menyampaikan apresiasi mendalam:
"Saya mewakili warga Pekon Bandar Kejadian sangat berterima kasih atas bantuan dari PPAI Tanggamus, khususnya Pak Suhadi. Beliau hadir di tengah duka dan membawa ketulusan. Semoga Allah membalas dengan limpahan pahala dan kesehatan. Salam hormat, salam kompak dan solid selalu untuk PPAI Tanggamus," ujarnya dengan penuh rasa haru.
Sementara itu, Suhadi, yang sejak awal menjalankan tugas tanpa pamrih, turut mengungkapkan isi hatinya:
"Saya cuma bisa bantu semampu saya. Kalau bukan kita yang saling tolong, siapa lagi? Saya tahu capek, tapi kalau ingat wajah orang tua yang menangis peluk anaknya, hati ini ikut hancur. Saya nggak mau lihat mereka jalan sendiri di tengah duka. Semoga ini jadi amal kebaikan, bukan karena saya hebat, tapi karena Allah yang gerakkan hati," ungkap Suhadi dengan mata berkaca-kaca.
Kisah ini bukan hanya tentang perjalanan ambulans, melainkan perjalanan hati. Tentang kelelahan yang dibungkus keikhlasan, dan tentang air mata yang menjadi saksi bahwa kemanusiaan masih hidup, selama masih ada orang-orang seperti Suhadi.
(Romli)